Ahlulbait Indonesia – Konsep juru selamat di akhir zaman telah menjadi bagian penting dari keyakinan keagamaan di berbagai tradisi dan peradaban. Dalam Islam, sosok yang dijanjikan sebagai pemimpin akhir zaman adalah Imam Mahdi a.f.s., yang diyakini akan muncul untuk menegakkan keadilan universal dan membebaskan umat manusia dari kezaliman dan penindasan. Kelahiran beliau menandai awal dari sebuah misi besar yang akan mencapai puncaknya di akhir zaman.
Kronologi Kelahiran Imam Mahdi
Menurut catatan sejarah dan sumber-sumber Islam, Imam Mahdi a.f.s. lahir pada 15 Syakban 255 Hijriyah (869 Masehi) di Samarra, Irak. Beliau merupakan putra dari Imam Hasan Askari a.s, Imam Kesebelas dalam silsilah kepemimpinan Islam, dan Sayidah Nargis Khatun, seorang wanita suci yang memiliki kedudukan tinggi dalam sejarah Islam.
Kelahiran Imam Mahdi berlangsung dalam kondisi yang penuh kehati-hatian, mengingat tekanan yang dilakukan oleh penguasa Abbasiyah saat itu terhadap keluarga Imam Hasan Askari a.s Pemerintah Abbasiyah menyadari adanya nubuat tentang seorang pemimpin dari keturunan Rasulullah Saw yang akan membawa perubahan besar, sehingga mereka berupaya mencegah kelahiran atau keberadaan Imam Mahdi. Oleh karena itu, kelahiran beliau disembunyikan, dan hanya segelintir orang terpercaya yang mengetahui keberadaannya.
Signifikansi Teologis dan Esoteris Kelahiran Imam Mahdi
Kelahiran Imam Mahdi bukan sekadar peristiwa historis, tetapi juga memiliki makna teologis yang mendalam. Dalam perspektif Islam, beliau adalah penerus risalah kenabian yang bertugas menjaga dan menegakkan nilai-nilai tauhid, keadilan, dan kemanusiaan. Sebagai Imam ke-12, beliau diyakini memiliki ilmu ilahi dan kekuasaan spiritual yang akan mengantarkan dunia pada era keadilan sempurna.
Beberapa aspek penting terkait kelahiran Imam Mahdi yang menjadi perhatian dalam kajian akademik Islam antara lain:
- Pewaris Ilmu Kenabian dan Imamah
Imam Mahdi adalah pelanjut dari garis kepemimpinan spiritual yang dimulai dari Rasulullah Saw dan diteruskan melalui para Imam Ahlul Bait. Konsep Imamah dalam Islam Syiah menekankan bahwa seorang Imam bukan sekadar pemimpin politik, tetapi juga pemegang wahyu batin (wilayah batin) yang bertanggung jawab atas bimbingan umat manusia.
- Konsep Kegaiban
Imam Mahdi mengalami dua fase kegaiban (ghaybah) dalam sejarahnya, yaitu:
– Ghaybah Sughra (Kegaiban Kecil, 874–941 M): Selama periode ini, Imam Mahdi masih berkomunikasi dengan umatnya melalui empat perwakilan yang dikenal sebagai nawab arba’ah (empat wakil khusus).
– Ghaybah Kubra (Kegaiban Besar, sejak 941 M hingga sekarang): Dalam fase ini, Imam Mahdi tidak lagi memiliki wakil khusus, dan umat Islam bertanggung jawab untuk mempersiapkan kondisi yang memungkinkan kemunculannya kembali.
Baca juga : Manifestasi Keadilan: Risalah Imam Mahdi dan Peran Para Pengikutnya
Dinamika Sosial dan Harapan atas Kedatangan Imam Mahdi
Dalam sejarah peradaban manusia, penindasan, ketidakadilan, dan eksploitasi telah menjadi realitas yang berulang. Konsep al-Mahdawiyah, atau keyakinan akan datangnya Imam Mahdi, menjadi sumber optimisme dan harapan bagi mereka yang mengalami ketidakadilan.
Tiga dimensi utama dari harapan terhadap Imam Mahdi adalah:
- Dimensi Spiritual:
Imam Mahdi dianggap sebagai pembimbing spiritual yang akan membawa umat manusia kembali kepada nilai-nilai ketuhanan dan moralitas universal.
- Dimensi Sosial-Politik:
Beliau akan menegakkan sistem pemerintahan berdasarkan prinsip keadilan absolut, di mana hak-hak individu dipulihkan, korupsi diberantas, dan kesejahteraan sosial ditegakkan.
- Dimensi Universal:
Konsep juru selamat tidak hanya ditemukan dalam Islam, tetapi juga dalam tradisi agama lain seperti Kristianitas (kedatangan kembali Yesus), Yudaisme (Mesiah), Hindu (Kalki Avatar), dan Buddha (Maitreya Buddha). Ini menunjukkan bahwa harapan akan hadirnya sosok penyelamat adalah bagian dari aspirasi universal umat manusia.
Kelahiran Imam Mahdi a.f.s. merupakan titik awal dari misi besar dalam sejarah Islam yang menjanjikan transformasi sosial, politik, dan spiritual di tingkat global. Sejarah mencatat bahwa kezaliman dan ketidakadilan telah menjadi bagian dari dinamika umat manusia, namun keyakinan akan kedatangannya memberikan harapan bagi mereka yang mencari kebenaran dan keadilan absolut.
Dalam perspektif akademik, diskursus mengenai Imam Mahdi bukan hanya persoalan teologis, tetapi juga berkaitan dengan kajian sosiologi agama, filsafat sejarah, dan teori perubahan sosial. Oleh karena itu, pemahaman yang lebih mendalam tentang Imam Mahdi tidak hanya relevan bagi kalangan Muslim, tetapi juga bagi para pemikir dan akademisi yang tertarik pada konsep keadilan universal dan eskatologi global.[]
Referensi
– Parstoday
– Sumber-sumber Islam klasik dan kontemporer tentang Mahdawiyah
Baca juga : Sifat Imam Husain Sejak Kecil
Post Views: 12