Badai Al-Aqsa Guncang Zionis, Krisis Mental Meluas


Ahlulbait Indonesia – Jaringan Sahab melaporkan bahwa Operasi Badai Al-Aqsa, serangan besar yang dilancarkan pejuang Palestina terhadap rezim Zionis, merupakan respons atas berbagai kejahatan yang dilakukan terhadap rakyat Palestina. Kejahatan tersebut mencakup pembunuhan warga sipil, penodaan Masjid Al-Aqsa, serta pendudukan ilegal.

Dilansir Pars Today, Rabu (12/2), Operasi Badai Al-Aqsa dimulai pada 7 Oktober 2023 di perbatasan Gaza dan wilayah Palestina yang diduduki. Serangan yang berlangsung selama beberapa hari itu menyebabkan kerugian besar bagi militer Zionis, termasuk banyaknya korban tewas, luka-luka, serta tentara yang ditawan. Media Zionis sendiri mengakui bahwa serangan ini merupakan pukulan terbesar dalam sejarah rezim mereka.

Gelombang Depresi Massal di Zionis

Dampak Operasi Badai Al-Aqsa tidak hanya dirasakan di medan perang, tetapi juga memicu krisis psikologis besar-besaran di tengah masyarakat Zionis. Pusat Informasi Palestina, mengutip media berbahasa Ibrani, melaporkan bahwa 38 persen responden dalam survei mengalami gangguan psikologis, mulai dari depresi hingga stres berat akibat peristiwa tersebut.

Menurut laporan Kantor Pengamat Kabinet Zionis:

  • Sekitar tiga juta warga Zionis dewasa terdampak perang Gaza, dengan 580.000 di antaranya mengalami gangguan mental serius.
  • Sistem kesehatan Zionis kewalahan dan gagal menangani lonjakan pasien dengan gangguan psikologis. Sebanyak 900.000 orang yang mengalami komplikasi mental tidak bisa mendapatkan layanan medis akibat antrean panjang, bahkan ada yang harus menunggu lebih dari enam bulan.

Baca juga : Serangan Zionis di Tulkarm Memasuki Hari ke-14, Warga Terusir dan Infrastruktur Hancur

Sistem Kesehatan Zionis di Ujung Tanduk

Kelemahan sistem kesehatan Zionis semakin mencolok setelah perang. Laporan dari pengamat kabinet menunjukkan bahwa pemerintah gagal menangani krisis mental yang meluas.

  • 11 persen warga pemukiman di sekitar Jalur Gaza harus dievakuasi, tetapi tidak satupun menerima layanan kesehatan mental dalam enam bulan pertama pascaperang.
  • Anak-anak menjadi kelompok paling terdampak. Dari 10.500 anak yang dievakuasi dari Sderot, hanya 4 persen mendapatkan perawatan psikologis, sementara 38 persen orang tua melaporkan anak-anak mereka mengalami kecemasan berat.
  • Para penyintas Festival Musik Nova, yang mengalami trauma berat, juga terabaikan. Hanya 24 persen dari mereka menerima perawatan medis yang layak.

Laporan tersebut juga menyoroti kegagalan Kementerian Kesehatan Zionis dan Dana Jaminan Sosial dalam mengidentifikasi kebutuhan korban serta memberikan respons cepat terhadap krisis mental yang semakin memburuk.

Dampak Ekonomi: Ancaman bagi Stabilitas Zionis

Krisis mental yang melanda warga Zionis tidak hanya berdampak pada individu dan keluarga mereka, tetapi juga mulai mengancam stabilitas ekonomi negara tersebut.

Laporan memperingatkan bahwa kegagalan dalam menangani gangguan psikologis dapat:

  • Menurunkan produktivitas tenaga kerja, yang pada akhirnya melemahkan perekonomian.
  • Meningkatkan tekanan pada sistem jaminan sosial, karena semakin banyak warga yang tidak mampu bekerja akibat masalah kesehatan mental.
  • Mempercepat disintegrasi sosial, memperburuk krisis internal di dalam negeri.

Jika dibiarkan berlarut-larut, kondisi ini dapat semakin membebani ekonomi Zionis serta mempercepat ketidakstabilan politik dan sosial. Kabinet rezim Zionis pun didesak untuk segera mengambil langkah konkret guna mengatasi dampak psikologis dan ekonomi akibat kekalahan besar dalam Operasi Badai Al-Aqsa. []

Baca juga : Rezim Zionis Diduga Tutupi Jumlah Korban Perang di Gaza


Post Views: 19



Source link

TERKINI

EDUKASI