Oleh: Tim Media Ahlulbait Indonesia
Ahlulbait Indonesia – Dalam dunia yang kini dipenuhi jebakan ketergantungan dan tipu daya kolonialisme model baru, seruan Ketua Umum Ahlulbait Indonesia (ABI), Ustadz Zahir Yahya, pada pembukaan Pelatihan Tim Pemetaan Potensi Ekonomi Komunitas di Bogor pada Jumat 25 April 2025, hadir laksana kompas yang menunjukkan arah sejati perjuangan. Sebuah kemandirian ekonomi sebagai fondasi kebebasan komunitas.
Dalam pandangan ini, kebebasan bukanlah sekadar slogan yang digantung di langit mimpi. Kebebasan adalah hasil dari perjuangan keras untuk menguasai faktor-faktor produksi, mengelola sumber daya secara mandiri, dan menolak tunduk kepada kekuatan eksternal yang berusaha mengendalikan takdir kita melalui ekonomi dan budaya. Tanpa kemandirian di bidang ini, segala bentuk kebebasan hanyalah fatamorgana.
“Komunitas tidak akan mampu membangun seluruh aspek kehidupannya jika tidak berhasil membangun ekonominya,” tegas Ustadz Zahir dalam pidatonya. Jelas beliau menantang kita semua untuk merenung; “Apakah kita menginginkan kebebasan yang sejati, atau puas dengan ilusi kemerdekaan yang tetap bergantung pada belas kasihan?”
Mengutip pemikiran Syahid Murtadha Mutahhari, beliau mengingatkan kita bahwa ketergantungan dalam ekonomi dan budaya adalah rantai halus yang membelenggu kehendak umat. Sebuah komunitas yang tidak menguasai ekonominya sendiri, tidak akan pernah mampu berpikir bebas, bertindak bebas, atau menentukan jalan di atas kaki sendiri.
Pelatihan ini bukan sekadar upaya teknis. Pelatihan ini adalah bagian dari konsolidasi panjang sebagai upaya membangun benteng pertahanan komunitas terhadap tsunami kapitalisme global yang terus berusaha menggerus kemandirian. Dengan membentuk pionir-pionir pemetaan di seluruh wilayah, ABI siap mengokohkan landasan agar komunitas berdiri di atas kekuatan sendiri, menjadi pemilik, pengelola, dan penjaga hak-hak ekonominya.
Karena dalam pandangan ini, kebebasan bukanlah hadiah, melainkan hak yang ditebus dengan keringat, kesadaran, dan keberanian. Dan kemandirian ekonomi adalah syarat pertamanya.
Di jalan sunyi ini, komunitas-komunitas kecil yang tersebar di berbagai wilayah, akan belajar untuk tidak menggantungkan masa depan pada tangan orang lain, melainkan akan menulis takdirnya dengan tinta perjuangan sendiri. Ini adalah jalan panjang, penuh onak dan duri. Tetapi inilah satu-satunya jalan menuju kebebasan yang bermartabat; bebas dari dominasi, bebas untuk bermimpi, dan bebas untuk menghidupi mimpi itu dengan tangan dan kaki sendiri.
Ustadz Zahir mengingatkan kita bahwa tanpa kemandirian ekonomi, takkan ada martabat. Tanpa martabat, takkan ada kebebasan. Dan tanpa kebebasan, tidak akan ada perlawanan yang bermakna.
Kita semua akan berdiri tegak bersama dalam setiap langkah kecil yang diayunkan menuju kemandirian sejati, karena dalam setiap tetes keringat untuk membangun kemandirian ekonomi, terpatri benih kemerdekaan hakiki.[]