Ahlulbait Indonesia — Dalam sebuah diskusi hangat di Podcast Media ABI yang di pandu Billy Joe bertajuk “Gencatan Senjata: Kemenangan Strategis atau Kekalahan Taktis Iran?, yang tayang pada Sabtu, 28 Juni 2025, Aktivis pro-Palestina, Alamsyah Kaharuddin Manu, memaparkan pandangan tajamnya mengenai konflik bersenjata antara Iran dan Israel. Ia menyoroti secara kritis narasi yang berkembang seputar genjatan senjata yang diklaim terjadi pasca serangan Iran terhadap pangkalan militer AS di Al-Udaid, Qatar.
“Gencatan senjata ini bukan hasil kesepakatan resmi,” tegas Alamsyah, “tetapi lebih menyerupai pengumuman sepihak dari Amerika Serikat melalui media sosial Presiden Donald Trump.”
Kronologi Singkat dan Analisis
Konflik yang memuncak dalam perang 12 hari tersebut bermula dari serangan balasan rudal Iran ke fasilitas-fasilitas strategis milik Israel dan, terakhir ke Pangkalan Militer AS di Al-Udaid, Qatar. Trump, melalui akun media sosialnya, menyatakan bahwa telah terjadi genjatan senjata antara Iran dan Israel. Namun, Iran tidak pernah mengonfirmasi kesepakatan tersebut secara resmi. Menurut Alamsyah, media Iran menggambarkan inisiatif itu sebagai bentuk “tahmili” , yaitu tawaran sepihak, bukan hasil negosiasi setara.
“Bagi Iran, ini bukanlah perdamaian, tapi pernyataan kalah dari pihak lawan,” ujar Alamsyah. Ia menambahkan bahwa serangan balasan Iran yang terjadi pasca pengumuman genjatan senjata justru merupakan aksi sah secara militer karena tidak mengikat secara hukum.
Iran Menang di Medan, Teguh di Diplomasi
Alamsyah menyampaikan bahwa Iran tidak hanya berhasil mempertahankan diri, tetapi juga menghancurkan sejumlah fasilitas vital milik Israel dan AS, termasuk pesawat tempur F-35, drone Hermes, hingga situs-situs nuklir dan militer Israel di Negev.
Kemenangan ini, menurutnya, tidak hanya bersifat militer, tetapi juga simbolik dan strategis. “Mitos kekuatan absolut Israel telah runtuh,” ungkapnya. Ia mengklaim, Iran tidak hanya bertahan, tetapi juga membangun kepercayaan dan simpati di kalangan rakyat kawasan serta di dunia Muslim.
Dampak Strategis di Kawasan
Konflik ini, menurut analisis Alamsyah, akan mengubah peta politik Timur Tengah. Upaya normalisasi hubungan negara-negara Arab dengan Israel, seperti melalui Abraham Accords berpotensi terganggu. Ia menyebut bahwa negara-negara Arab kini dihadapkan pada realitas pahit, yakni perlindungan AS dan Israel tidak seampuh yang dijanjikan.
“Jika Iran mampu menghancurkan Tel Aviv hanya dalam 22 gelombang serangan, bagaimana mungkin negara Arab masih berharap pada proteksi Amerika?” tanya Alamsyah retoris.
Pengaruh terhadap Palestina dan Indonesia
Perang ini, menurut Alamsyah, memberi angin segar bagi perjuangan rakyat Palestina. “Iran telah menunjukkan bahwa perlawanan bersenjata bisa efektif. Bukan hanya Hamas, bahkan kelompok-kelompok kiri sekuler Palestina pun berterima kasih pada Iran,” ujarnya.
Sementara bagi Indonesia, konflik ini membuka kesadaran baru akan posisi Iran sebagai kekuatan anti-Zionis yang tidak bisa diabaikan begitu saja. “Selama ini kita dicekoki narasi permusuhan Sunni-Syiah. Tapi hari ini, umat Islam Indonesia melihat Iran justru membela Palestina dengan nyata,” kata Alamsyah.
Pesan untuk Generasi Muda Indonesia
Menutup perbincangan, Alamsyah menyerukan agar generasi muda Indonesia tidak terjebak dalam propaganda sektarian yang memecah belah. Ia menegaskan bahwa perbedaan mazhab seharusnya tidak menghalangi solidaritas terhadap Palestina.
“Fokus kita harus satu, yaitu melawan Zionisme, membela kemanusiaan. Dan hari ini, Iran memimpin barisan itu,” tandasnya. []