“Kami Mengibarkan Bendera Putih”: Elite Israel Akui Kekalahan Pahit dari Iran


Ahlulbait Indonesia — Nada keputusasaan mulai merayap dari jantung kekuasaan Tel Aviv. Mantan Menteri Pertahanan Israel, Avigdor Lieberman, secara terbuka menyebut hasil konfrontasi dengan Iran sebagai “pahit dan memalukan.” Alih-alih memaksa Iran bertekuk lutut, dunia kini justru memasuki fase negosiasi yang rumit dan menyakitkan. “Ini bukan kemenangan, ini kerugian strategis,” ujar Lieberman getir.

Mayor Jenderal cadangan Yom Tov Samia menambahkan pukulan realitas: Iran, menurutnya, sepenuhnya memegang kendali atas waktu dan bentuk gencatan senjata. Ia bahkan meragukan klaim bahwa serangan terhadap fasilitas nuklir Iran benar-benar efektif. “Tak ada jaminan program nuklir Iran hancur,” ucapnya, penuh keraguan.

Dalam pernyataan kepada Al-Manar, Samia menyebut kesepakatan gencatan senjata sebagai “harga mahal” yang hanya membeli “beberapa tahun ketenangan dengan bayaran luka sejarah lintas generasi.”

Politikus Partai Likud, Amit Halevy, mempertegas situasi: “Iran belum kalah. Mereka masih memiliki rudal, daya pukul, dan yang lebih penting momentum.”

Media Israel pun mulai mencerminkan rasa frustrasi yang sama. Harian Maariv menulis: “Iran keluar dari perang ini dalam posisi yang lebih kuat.” Media lain menyebut situasi ini sebagai “pengibaran bendera putih” oleh bangsa yang mengklaim dirinya sebagai ‘rakyat abadi’. “Ini bukan sekadar kegagalan taktis,” tulis salah satu editorial, “tetapi kekalahan psikologis di mana musuh-musuh Israel meraih kemenangan di medan moral dan narasi.”

Lebih jauh, media memperingatkan: bahaya terbesar bukan hanya senjata nuklir, tetapi keyakinan baru yang tumbuh di pihak lawan. “Kita telah melihat pada 7 Oktober: untuk mengguncang Israel hingga ke akar, tak perlu bom nuklir cukup semangat juang dan strategi asimetris yang tepat.”

Peringatan keras pun disampaikan: gencatan senjata ini bukan akhir, melainkan undangan terbuka untuk eskalasi berikutnya. Entah dari Tepi Barat, wilayah pendudukan 1948, Sinai, atau medan lain yang belum terdeteksi.

Di tengah krisis ini, pemimpin oposisi Yair Lapid mencoba mengalihkan fokus ke Gaza. Ia menyerukan diakhirinya perang dan mendorong pembebasan para tawanan. Forum Keluarga Tawanan Gaza pun mendesak pemerintah untuk memperluas kesepakatan gencatan senjata ke Jalur Gaza dan segera memulai negosiasi serius.

Apa yang dulu dipandang sebagai negara tak terkalahkan, kini terdengar mengakui kekalahan dengan suara lirih namun jelas. Dalam keheningan itu, mungkin Israel mulai menyadari: perang modern tak hanya dimenangkan oleh misil dan mesin perang, tapi oleh ketahanan, narasi, dan siapa yang mampu bangkit dari reruntuhan dengan kepala tegak. []



Source link

TERKINI

EDUKASI