Ahlulbait Indonesia – Setelah Rasulullah SAW menunaikan ibadah haji, beliau kembali ke Madinah bersama rombongan jamaah. Ketika tiba di Ghadir Khum, malaikat Jibril turun membawa perintah Allah SWT yang sangat penting. Allah SWT memerintahkan beliau agar menghentikan rombongan di tempat tersebut untuk mengangkat Imam Ali a.s. sebagai khalifah dan imam umat sepeninggal beliau. Penegasan juga diberikan agar perintah ini tidak ditunda-tunda pelaksanaannya. Saat itu, turunlah ayat berikut:
“Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Jika engkau tidak melakukannya, berarti engkau tidak menyampaikan amanah-Nya. Allah akan melindungimu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang kafir.” (QS. Al-Māidah: 67)
Rasulullah SAW menerima perintah itu dengan penuh kesungguhan. Dengan tekad yang kokoh dan niat yang bulat, beliau menghentikan perjalanan di tengah terik matahari padang pasir. Beliau memerintahkan agar seluruh rombongan berhenti untuk mendengarkan khutbah yang akan disampaikannya. Setelah melaksanakan salat, beliau memerintahkan agar pelana-pelana unta disusun menjadi mimbar. Lalu beliau naik dan mulai berkhutbah dengan penuh semangat.
Dalam khutbahnya, Rasulullah SAW menjelaskan berbagai kesulitan dan tantangan yang dihadapi dakwah Islam, saat umat manusia masih dalam kesesatan. Beliau menyampaikan bahwa Islam telah menyelamatkan mereka dan meletakkan pondasi peradaban dan kemajuan umat manusia. Kemudian, Rasulullah SAW menoleh kepada hadirin dan bersabda:
“Lihatlah bagaimana kalian memperlakukan dua pusaka berharga yang kutinggalkan di tengah kalian.”
Sebagian orang bertanya: “Apakah dua pusaka itu, wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab: “Pusaka yang lebih besar adalah Kitab Allah; satu ujungnya berada di tangan Allah, dan ujung lainnya berada di tangan kalian. Maka berpegang teguhlah kepadanya agar kalian tidak tersesat. Adapun pusaka yang lebih kecil adalah keluargaku (Ahlul Bait). Sesungguhnya Allah Yang Maha Lembut lagi Maha Mengetahui telah memberitahuku bahwa keduanya tidak akan pernah berpisah hingga keduanya menemuiku di Telaga (Haudh). Maka aku memohon kepada Tuhanku agar hal itu menjadi kenyataan. Karena itu, janganlah kalian mendahului keduanya, karena kalian akan binasa; dan janganlah kalian menyia-nyiakan keduanya, karena kalian akan hancur.”
Setelah itu, Rasulullah SAW mengangkat tangan washi dan pintu ilmu kotanya, yaitu Imam Ali a.s., serta mewajibkan umat Islam untuk berwilayah kepadanya. Beliau telah menobatkan Imam Ali a.s. sebagai pemimpin umat, agar membimbing mereka ke jalan yang lurus.
Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Wahai manusia, siapakah yang lebih utama bagi orang-orang beriman daripada diri mereka sendiri?”
Mereka menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.”
Beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah adalah pemimpinku, dan aku adalah pemimpin kaum mukminin. Maka aku lebih utama atas diri mereka daripada mereka sendiri. Barang siapa menjadikanku sebagai pemimpinnya, maka Ali ini adalah pemimpinnya.”
Beliau mengulangi sabda ini hingga tiga kali, lalu melanjutkan: “Ya Allah, pimpinlah orang yang berwilayah kepada Ali dan musuhilah orang yang memusuhinya. Cintailah orang yang mencintainya dan murkailah orang yang memurkainya. Tolonglah orang yang menolongnya dan hinakanlah orang yang menghinakannya. Dan sertakanlah kebenaran bersamanya di mana pun ia berada.”
Dengan khutbah ini, Rasulullah SAW menetapkan Imam Ali a.s. sebagai rujukan umat sepeninggal beliau, pemimpin yang akan mengatur seluruh urusan kaum Muslimin. Kaum Muslimin pun membaiat Imam Ali a.s. dan menyampaikan ucapan selamat atas pengangkatannya sebagai pemimpin umat. Rasulullah SAW juga memerintahkan para Ummul Mukminin untuk turut membaiatnya.[]
Disadur dari: Baqir Syarif Qurasyi, Riwayat Hidup Para Imam Suci Ahlul Bait a.s.