SETARA Institute Kecam Pembubaran Paksa Ibadah Pelajar Kristen di Sukabumi


SETARA Institute mengecam keras tindakan sekelompok massa yang membubarkan paksa ibadah retreat pelajar Kristen di sebuah vila di Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jumat 27 Juni 2025 lalu. Organisasi yang fokus pada isu kebebasan beragama ini menilai insiden tersebut sebagai bentuk kekerasan yang menciderai semangat kebinekaan serta mencerminkan kegagalan negara dalam melindungi hak konstitusional warganya.

Dalam siaran pers yang diterima Media ABI, pada 1 Juli 2025, SETARA Institute mengungkapkan bahwa insiden itu bukan sekadar bentuk intoleransi biasa. Dari video yang beredar luas, terlihat ratusan orang mengepung lokasi, mengintimidasi pelajar yang tengah beribadah, serta merusak simbol-simbol keagamaan seperti kayu salib dan perlengkapan ibadah lainnya.

Tindakan tersebut dilakukan dengan alasan bahwa kegiatan keagamaan itu tidak memiliki izin resmi. Namun, menurut SETARA, alasan tersebut hanyalah dalih yang membungkus sikap intoleran dan konservatif masyarakat yang difasilitasi oleh pembiaran aparat. “Dalam negara hukum yang demokratis, kegiatan ibadah tidak seharusnya memerlukan izin,” tegas SETARA. Konstitusi, khususnya Pasal 29 Ayat (2) UUD 1945, memberikan jaminan penuh atas kebebasan beragama dan beribadah.

SETARA juga menyoroti dampak dari Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 yang dinilai bersifat restriktif dan kerap menjadi dalih legal atas praktik diskriminasi dan intoleransi di lapangan.

Peristiwa di Sukabumi menjadi bagian dari pola kekerasan intoleran yang berulang, terutama di Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan catatan SETARA, pada tahun 2024 terjadi 260 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan (KBB) dengan 402 tindakan, meningkat dari tahun sebelumnya. Jawa Barat tercatat sebagai provinsi dengan angka pelanggaran tertinggi, termasuk insiden lainnya pada tahun 2025 seperti pembubaran acara Jalsah Salanah Ahmadiyah di Kuningan, gangguan pembangunan tempat ibadah di Majalengka, dan penyegelan Masjid Ahmadiyah di Kota Banjar.

Menanggapi insiden Sukabumi, Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi memberikan santunan sebesar Rp100 juta untuk memperbaiki kerusakan. Namun, menurut SETARA, langkah tersebut hanya bersifat karitatif dan lebih menyerupai aksi seorang content creator ketimbang pemimpin yang menjalankan mandat konstitusional. “Bukan hanya soal memberi uang, tapi bagaimana mencegah agar kekerasan serupa tidak terjadi lagi,” tulis SETARA.

SETARA juga mendesak pemerintah pusat untuk bersikap tegas. Presiden Prabowo diminta menegakkan konstitusi secara nyata dan melaksanakan janji politiknya melalui Asta Cita. Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri didorong untuk memberikan teguran keras kepada Gubernur Jawa Barat atas kegagalannya menjalankan kewajiban konstitusional.

“Intoleransi yang dibiarkan akan menjadi bom waktu yang bisa menghancurkan kebinekaan dan merusak modal sosial bangsa,” tutup pernyataan SETARA Institute.



Source link

TERKINI

EDUKASI